Tanggal 18-20 Februari 2014 yang lalu, saya berkesempatan mengikuti salah satu sertifikasi auditor SMK3 yang diselenggarakan di Pusat Pelatihan Kerja Pengembangan Industri Pasar Rebo, Jakarta . Kegiatan yang dihelat selama tiga hari tersebut diisi oleh instruktur dari PJK3 yakni Bapak Pungky Widyatmoko yang notabene adalah pensiunan dari Depnaker. Di hari pertama, sudah nampak jelas kapasitas beliau memang sangat mumpuni di bidangnya khususnya Keselamatan dan Kesehatan K3 dikarenakan beliau adalah salah satu pelaku sejarah atau ikut serta dalam tim perumus beberapa perundang-undangan K3 yang ada di Indonesia. Dari pertemuan singkat tersebut banyak sekali pertanyaan-pertanyaan praktisi ataupun akademisi K3 terjawab. Salah satu yang menarik adalah ketika salah satu peserta menanyakan alasan mengapa Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja tidak diamandemen karena ada pasal yang sudah tidak relevan lagi. Berikut ini saya cuplikkan pasal yang dimaksud.
Pasal 15
(1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Bila kita cermati bersama ada kejanggalan di poin nomer dua yakni denda kepada pelanggar peraturan yang hanya diganjar denda sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Kita pasti sepakat denda seratus ribu rupiah untuk sekarang ini adalah tergolong sangat kecil untuk kapasitas perusahaan. Bahkan uang seratus ribu rupiah bukan hal sulit lagi keluar dari dompet seorang pekerja. Timbul lah pertanyaan, semurah itukah penegakan hukum di Indonesia ? Pertanyaan itu dengan lugas beliau jawab bahwa UU No 1 TAHUN 1970 tentang Keselamatan Kerja tidak diamandemen karena secara filosofi tidak ada yang berubah di Undang-undang tersebut dan tidak ada yang harus diubah. Pasal 15 dalam implementasinya sudah dijabarkan sedemikian rupa oleh Mahkamah Agung yang secara periodik mengeluarkan surat edaran kepada hakim-hakim tentang denda pelanggar undang-undang. Jadi sudah dipastikan denda yang sekarang beda dengan denda di tahun 1970. Logikanya kondisi perekonomian di Indonesia yang labil tidak memaksa sebuah peraturan untuk mengikutinya terlebih lagi undang-undang. Hanya masalah interpretasi yang sering dipelintir akademisi atau praktisi untuk jadi bahan candaan di forum. Beruntunglah saya yang hadir di forum tersebut, setidaknya tercerahkan dengan banyaknya pertanyaan yang seakan-akan tidak akan pernah terjawab karena mungkin terputusnya jalur komunikasi dan informasi dari pihak perusahaan maupun Depnaker